DAKWAHTAINMENT DI ANTARA KEBUTUHAN DAN TUNTUTAN PASAR

Blog Single

DAKWAHTAINMENT DI ANTARA KEBUTUHAN DAN TUNTUTAN PASAR
Oleh:
Mas’udi

Membincang tentang dakwah dan pertumbuhannya secara niscaya masing-masing dari pemerhatinya akan dipertemukan dengan dinamikanya yang saling bergelayut-gelantungan. Dinamika dari eksistensi dakwah senantiasa dipersandingkan dengan trend-trend media yang mengitarinya. Dari dunia pertelevisian dan kepenyiaran radio, aktivitas dakwah selalu berjalan beriringan untuk mengisi ruang-ruang siar keagamaan masyarakat. Melalui pertumbuhan ini pula, eksistensi dakwah senantiasa dilihat dan diamati sebagai nilai yang perlu dicerna dan dimengerti nilai eksistensinya. Pertumbuhannya di dunia media baik media elektronik seperti radio, televisi, surat kabar atau media lainnya seperti internet cukup mencengangkan ketika masing-masing mencoba untuk secara intensif mengamatinya. Hal ini terlihat dari semakin dipergunakannya materi dakwah sebagai kemasan menggiurkan baik disiarkan atau dikomersialkan.
Dalam beberapa tahun terakhir menurut catatan Dede Mulkhan (2012: 2) dakwah Islam melalui media televisi keberadannya makin semarak dengan kuantitas yang meningkat. Jam tayang prime time di pagi hari yang biasanya sepi, kini diramaikan oleh tayangan Dakwah Islam, dengan berbagai corak dan kemasan yang kian beragam. Materi program dakwah dikemas sedemikian rupa, menarik, atraktif dan interaktif, sehingga menarik minat pemirsa untuk terus mengikutinya. Di satu sisi, kondisi ini tentu saja sangat menggembirakan, karena euphoria dakwah Islam di negeri yang notabene mayoritas Muslim ini, akan semakin berkembang dengan adanya diversifikasi media dakwah. Kini upaya-upaya penyampaian nilai-nilai keislaman, tidak sebatas hanya dilakukan melalui komunikasi antarpersona, lewat dakwah tatap muka dari satu masjid ke masjid lain atau dari satu kampung ke kampung lain. Namun di sisi lain, kemunculan beragamnya kemasan dakwah melalui media massa (terutama televisi) sedikit mengundang kekhawatiran. Program dakwah yang semestinya kaya dengan nilai-nilai luhur keikhlasan dan “amal ma’ruf nahyi munkar”, kini telah menjelma menjadi sebuah “ladang bisnis” bagi industri pertelevisian. Karena dakwah itu disampaikan melalui medium komunikasi massa (televisi), maka sifat-sifat dan karakteristik yang melekat pada media ini, juga akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan dakwah itu.
Gambaran realitas kekinian sebagaimana dijelaskan oleh Dede Mulkan di atas menjadi suatu pintu pembuka untuk melihat hakikat dari nilai-nilai dakwah kontemporer yang ingin memperkenalkan simbol-simbol keagamaan yang ada secara fleksibel di atas pertumbuhan zaman. Dalam kerangka inilah Nasr (2003: 293) mencatat bahwa perkembangan dakwah pada hakikatnya ingin memperkenalkan simbolisasi keagamaan yang bisa dimaknai oleh setiap muslim. Lebih lanjut pula, menurut Nasr simbol tersebut merupakan keseimbangan (al-mizan), yang disebutkan beberapa kali dalam al-Qur’an dan dijelaskan dalam berbagai konteks di dalam teks-teks klasik yang membahas etika dan topik-topik lainnya. Tuhan menciptakan segala sesuatu secara harmonis dan dengan ukuran yang benar, dan dunia dikuasai oleh keharmonisan yang mengagumkan, yang merupakan hasil cetak dari Kesatuan (unity) di atas bidang atau ruang keragaman (multiplicity). Sebagaimana dikatakan al-Qur’an, “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran (QS. Al-Hijr, [15]: 19).
Lebih lanjut lagi, mengutip pernyataan Dede Mulkan (2012: 5-6) Industri penyiaran televisi merupakan sebuah entitas sosial, artinya ia harus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya. Usaha untuk mendapatkan dukungan dari mayarakat melalui program-program yang ditayangkan, sehingga usaha untuk meraih pemirsa melalui program acara menjadi satu hal penting yang mendapat porsi utama. Jika tampilan penyiaran televisi, sudah tidak ditonton lagi, dapat dikatakan keberadaan televisi tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Keberadaan televisi sebagai entitas sosial dapat mempengaruhi bisnis. Televisi juga merupakan sebuah entitas budaya karena ia turut berperan dalam mewujudkan majunya sebuah budaya, sekaligus bisa mempengaruhi kemundurannya. Film atau tontonan yang ditayangkan melalui televisi kadang sering digugat karena tidak seluruhnya sesuai dengan budaya sebuah masyarakat. Dan dalam konteks inilah tranformasi budaya melalui tayangan-tayangan televisi selalu mendapatkan perhatian yang sangat besar. Melalui tayangan program televisi diharapkan dapat memajukan budaya sebuah masyarakat. Media televisi sebagai entitas politik, dipercaya memiliki kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi masyarakat dan membentuk opini publik. Jika keberadaan izin dimanfaatkan secara optimal, maka televisi bisa menjadi sarana untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan (decision making proses) dalam sebuah masyarakat. Kaitannya dengan kegiatan dakwah yang dilakukan melalui media televisi, maka apapun tujuan yang ingin dicapai dari dakwah itu, maka harus menyesuaikan dengan dituasi dan kondisi dimana program dakwah itu ditayangkan. Karena keberadaan televisi sebagai entitas yang mengakar dari masyarakatnya, sekaligus pula tidak bisa lepas dari sistem politik yang melingkupinya, sehingga menjadikan industri penyiaran televisi memiliki karakteristik khas dalam keberadaannya.
Hakikat dakwah yang dikemas dalam realitasnya kekinian menjadi sebuah pemicu bahwa dakwahtainment adalah fenomena yang tidak bisa dinafikkan kehadirannya dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat muslim. Dakwahtainment memiliki poin penting media pertelevisian yang harus dikemas dengan seksama sehingga tidak terdampar ke daratan komersialisasi yang menafikkan nilai kemurnian dari agama. Nilai murni agama harus mampu diwujudnyatakan sehingga publisitas dakwah dengan kemasan siaran pertelevisian bisa mencapai idealitas yang diinginkan.
Mengetengahkan nilai-nilai dakwah dalam kemasan dakwahtainment terkini perlu juga bersandar kepada hakikat normatif dari ayat dakwah yang telah dijelaskan kepada segenap pengkajinya. Firman Allah dalam QS. An-Nahl, [16]: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Ayat ini secara komprehensif ingin menjelaskan kepada setiap insan dakwah bahwa apapun bentuk dari kemasan dakwah yang ingin diimplimentasikan semuanya harus dipijakkan kepada usaha untuk menyeru umat manusia kepada jalan Tuhan dengan kebijaksanaan atau hikmah yang baik. Hikmah ini bisa dijadikan satu pijakan tafsiran setiap insan dakwah untuk mengkemas realitas dakwah dengan berbagai bentuk yang bisa dijalankannya. Dari dunia kepenyiaran di radio atau bahkan di dunia pertelevisian semua kenyataan tersebut dibenarkan kenyataannya dalam agama.
Untuk selanjutnya, perlu juga diingat oleh segenap insan dakwah bahwa usaha untuk memanggil mereka ke dalam perspektif dakwah yang harmonis perlu dihadirkan semangat memformulasi kepribadian masing-masing sesuai dengan tujuan kebaikan syar’i. Fakta ini secara hakiki bukanlah realitas tanpa alasan. Al-Qur’an secara terang-terangan mengajak untuk mewujudkan prinsip-prinsip dakwah dengan tujuan untuk membentuk pribadi-pribadi baik yang menyeru kebaikan akan keesaan Allah swt. Hal ini bisa dilihat dalam QS. Ali-Imran, [3]: 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Ajakan untuk membentuk karakter pribadi muslim yang behaluan kepada prinsip kebaikan dalam dunia dakwah harus secara mutlak dimengerti oleh mereka-mereka, insan dakwah yang bergerak di dunia dakwahtainment. Dakwahtainment tidak bisa diorientasikan sepenuhnya kepada profit namun harus mengarusutamakan nilai-nilai keagamaan yang pada akhirnya kebaikan dalam dunia dakwah model ini tidak hanya berjibaku kepada prinsip keuntungan semata, namun juga nilai-nilai keagamaan yang bisa dipertaruhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Seyyed Hossein Nasr, 2013. The Heart of Islam (Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan), Bandung: Mizan.

Dede Mulkan, “Dakwah dan Media Potret Dakwah Islam di Media Televisi” Makalah Dacon, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, 14 – 16 Desember 2012.

Share this Post1: